Kontribusi Keturunan Hakka untuk Masyarakat Medan dan Indonesia: Tjong Yong Hian Series (2)

Walaupun mereka telah memperoleh kekayaan yang luar biasa, Tjong bersaudara tetap berperilaku penuh etika dan bersikap rendah hati serta sopan kepada siapa saja, benar-benar mencerminkan seorang Hakka. Mereka berkontribusi melalui kegiatan sosial dan budaya yang bermanfaat untuk masyarakat. Imigran-imigran keturunan Tionghoa yang datang ke Deli pada masa itu, kebanyakan datang dari kelas sosial rendah tanpa pendidikan.
Namun karena mereka rajin dan giat dalam kegiatan usaha, mereka berhasil mengumpulkan kekayaan yang berlimpah. Tjong bersaudara yang murah hati, yang menghargai ajaran tradisional Tiongkok kuno “Mendapatkan dari masyarakat, pergunakan untuk masyarakat”, mendonasikan dana untuk pembangunan rumah sakit, jalan dan jembatan, dan juga fasilitas-fasilitas lainnya. Apabila ada yang meminta donasi, Tjong bersaudara tidak akan pernah menolak.
Menjadi Pejabat
Pemerintah mengakui kontribusi luar biasa dari Tjong bersaudara terhadap perkembangan kawasan Deli (Medan). Pemerintah kolonial memberi gelar kepada Tjong bersaudara dengan pangkat Letnan’ dan Kapten Mereka diakui sebagai pemimpin dalam masyarakat Tionghoa dan terlibat dalam urusan sipil dalam masyarakat Tionghoa. Kemudian, Tjong Yong Hian dinaikkan pangkatnya menjadi ‘Mayor dan Tjong Yao Hian dinaikkan menjadi Letnan. Setelah Tjong Yong Hian meninggal pada tanggal 11 September 1911, Tjong A Fie dipromosikan menjadi Mayor.
Menangani Perselisihan
Dengan kecakapan sosial yang perdamaian satu dengan Rat keahlian bisnis mereka menyamai dar Tjong bersaudara mampu membangun hubungan yang baik di dalam masyarakat China dengan penguasa-penguasa pribumi dan dengan pemerintah kolonial Belanda. Karena sifatnya yang tulus dan diplomatis, perseteruan antara masyarakat Tionghoa dengan masyarakat Melayu, sering ditangani oleh Tjong Yong Hian.
Pada tahun 1886, tenaga buruh perkebunan tembakau yang oleh orang Belanda adalah orang-orang Tionghoa yang berasal dari propinsi Guangdong dan Fujian di China dengan beragam latar belakang. Di antara mereka, ada orang-orang kasar yang suka membuat kegaduhan dan berkelahi. Majikan-majikan Belanda mengalami kesulitan menangani orang-orang ini yang secara umum disebut Sing Kek. Sebagai pejabat Tionghoa Tjong bersaudara membujuk para pekerja ini untuk mengakhiri perselisihan dan membuat lainnya. Mereka juga melarang tawuran, sehingga ketentraman dapat dijaga
Mengelola Pajak
Pada masa itu, pemerintah Hindia Belanda memberlakukan pajak yang tinggi, pedagang-pedagang membuat yang Tionghoa tidak senang. Tjong bersaudara, dengan mengatasnamakan masyarakat Tionghoa mengajukan keberatan kepada pihak berwenang dan berhasil membela kepentingan masyarakat Tionghoa.
Setelah diangkat ke posisi ‘Mayor’, pemerintah Hindia Belanda meminta Tjong Yong Hian menetapkan tarif pajak menangani pengumpulan pajak di lapangan. Mayor Tjong Yong Hian melaksanakan tugasnya dengan baik. Beliau meringankan beban pajak setengah saja kepada orang yang berpenghasilan rendah. Untuk yang pengangguran, dibebaskan dari pajak. Masyarakat Tionghoa berterima kasih kepada Mayor Tjong Yong Hian yang membela kepentingan mereka.
Membangun Tempat Pemakaman
Air yang mampat dan tercemar sering ditemukan di kota Medan yang saat itu baru terbangun. Konsekuensinya, orang- orang Tionghoa yang telah sampai dari China mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan iklim di Tanah Deli. Penyakit diare dan malaria Banyak pasien yang meninggal karena kurangnya perawatan medis. Yang paling parah adalah cara mayat-mayat dikubur pembangunan jalan kereta api dilakukan yang didanai oleh pemerintah, tulang belulang manusia yang terbengkalai sering kali dijumpai. Mayor Tjong Yong Hian mengusulkan kepada pemerintah setempat agar menyediakan dijumpai. umum Ketika dan rel tanah pemakaman umum untuk penduduk Tionghoa. Tanah pemakaman yang layak disediakan di kawasan Pulau Brayan. Upacara doa tradisional dapat Masyarakat Tionghoa dilakukan di sana. sangat berterima kasih kepada kebaikan hati Mayor Tjong Yong Hian yang mana tidak hanya memperhatikan kepentingan masyarakat, tetapi juga memperhatikan yang sudah wafat dengan menyediakan tanah pemakaman umum yang layak.
Membangun Rumah Sakit dan Penampungan Tuna Wisma
Tjong bersaudara memberikan sumbangan dana bagi pembangunan sebuah rumah sakit untuk orang miskin di Medan, yang menyediakan obat-obatan gratis bagi kaum miskin. Pasien yang tidak mampu mendapatkan perawatan medis dikarenakan kondisi keuangan mereka, dapat memperoleh perawatan dan pengobatan gratis. Mereka juga menyediakan rumah penampungan bagi kamum tuna wisma, tanpa membedakan ras dan suku. Jika ada orang Tionghoa yang pengangguran dan ingin kembali pulang ke kampung halaman, wisma penampungan akan membantu mereka dan menyediakan bantuan keuangan untuk pulang. Bagi mereka yang tidak ingin pulang, mereka akan dikirim ke suatu tempat dan diberikan pekerjaan. Mereka akan dibekali dengan keahlian agar dapat memperoleh pekerjaan dan hidup mandiri.
Tjong bersaudara mendririkan rumah sakit di kawasan Belawan untuk khusus merawat penderita lepra. Orang orang Belanda menyatakan kekaguman mereka atas kegiatan amal sosial dan Tjong bersaudara. Perusahaan Belanda NVHMJ Deli, bersaudara mendirikan merasa terqerak untuk terlibat dalam kegiatan amal tersebut. Di dalam rumah sakit itu, pasien berpenyakit lepra menerima perawatan dari tenaga medis yang ahli. Bila mereka telah sembuh mereka dikembalikan ke komunitas umum Upaya pelayanan sosial ini mencegah penyebaran penyakit menular ini.
Membangun Tempat Peribadatan
Mayor Tjong Yong Hian juga menasehati orang-orang Tionghoa agar menganut agama atau keyakinan yang benar dan menghindari takhayul yang menipu, misalnya praktek perdukunan dan mistik yang tidak bertanggung jawab. Dalam upaya membangun Vihara Kuan Tee Bio (Vihara Setia Budi, di jalan Irian Barat, Medan), Vihara Tian Hou (di jalan Pandu, Medan) dan Vihara Kuan Im (di jalan Yos Sudarso, Medan), dan juga di tempat lainnya, Tjong Yong Hian adalah orang yang pertama memberikan sumbangan.
Beliau juga membangun Mesjid Lama Gang Bengkok dan bersama Tjong A Fie ikut menyumbang hingga sejumlah sepertiga dari total biaya pembangunan Mesjid Raya, mesjid termegah di Medan
Membangun Sekolah-Sekolah
Di Tanah Deli, hubungan antar etnik sangat baik, Tjong bersaudara tidak hanya menyumbang untuk sekolah Belanda, tetapi juga membangun sebuah Sekolah Khusus untuk anak perempuan pribumi.
Pada awal abad ke-20, lebih banyak lagi orang-orang Tionghoa dari China yang bermigrasi ke Medan, tetapi anak-anak usia sekolah tidak dapat bersekolah hanya karena tidak ada sekolah yang cocok.
Secara kebetulan pada tahun 1903 ketika Tjong Yong Hian kembali ke China untuk merencanakan konstruksi rel kereta api dari Chau Chou ke Shantou, Pemerintah Qing mengeluarkan sebuah dekrit yang menghapus system “The Chi” dari ujian kerajaan pada tingkat lokal, kabupaten dan nasional yang telah dilaksanakan selama ribuan tahun. Sebuah sistem pendidikan barat diterapkan.
Sepulangnya mengadakan pertemuan dengan adiknya Tjong Yao bagaimana membangun sebuah sekolah di Medan. Pada tahun 1908, mereka Medan ke dia membahas Hian tentang Sekolah mendirikan Dasar Dun Pen dan mulai menerima siswa baru. Untuk sementara waktu, ruangan kelas untuk belajar menggunakan ruangan di depan dan belakang Vihara Tian Hou. Ini adalah sekolah berbahasa China pertama di Medan, dan juga di pulau Sumatra. Dengan mengikuti prosedur birokratik Tjong bersaudara memohon kepada Kaisar Dinasti Qing agar meresmikan sekolah tersebut. Kepala Pendidikan Nasional Propinsi Guangdong menyetujui dan menunjuk Xu Gung-Kok sebagai kepala sekolah. Tjong bersaudara menyumbangi sejumlah 150.000 gulden untuk membeli tanah dan membangun sekolah tersebut Pada tahun 1909, sekolah Dun Pen diresmikan.
Berdasarkan rekomendasi Pendidikan Guangdong, dua kelas pemberantasan buta huruf dibuka, siapa pun yang buta huruf dapat belajar di sana. Dikarenakan pada masa itu pendatang-pendatang Tionghoa kebanyakan miskin, pada masa Tionghoa kebanyakan adalah maka Tjong bersaudara yang mendanai sekolah tersebut mengizinkan siswa-siswa yang secara finansial tidak mampu untuk bersekolah secara gratis.
Sekolah Dasar Dun Pen yang diakui statusnya oleh pemerintah China, semua biaya operasionalnya ditanggung oleh Tjong bersaudara. Tujuan Tjong bersaudara adalah dalam membangun sekolah adalah untuk mendidik masyarakat mengembangkan budaya China pada komunitas Tionghoa perantauan. Pada tahun 1918, Sekolah Dasar Dun Pen memperluas perekrutan siswa membuka kelas niaga, dan mengizinkan anak-anak Tionghoa berkontribusi kepada dunia usaha. Sekolah ini tumbuh dengan cepat.
Asosiasi Bisnis Tionghoa
Pada awal abad ke-20, orang Tionghoa di Medan telah mencapai 30.000 jiwa, dan ada lebih dari 1000 toko yang dimiliki oleh orang Tionghoa. Pada waktu itu, komunikasi antara pedagang Medan dengan pedagang di China, atau di antara sesama pedagang lokal, atau antar pulau menggunakan ‘Kung Bao Guan’ (Kolektor Umum) atau ‘Su Bao Se.
Tjong bersaudara menanggung sebagian besar beban biaya untuk ‘Kung Bao Guan’ dan ‘Su Bao Se’. Pada tanggal 2 November 1910, Mayor Tjong Yong Hian mengundang pemimpin masyarakat Tionghoa untuk membentuk ‘Deli Chunghua Shangwu Chunghui’ atau Asosiasi Bisnis Tionghoa Deli. Asosiasi ini pun berkembang mencapai 600 anggota. Pada akte asosiasi versi awal menyebutkan bahwa posisi Ketua Asosiasi dijabat oleh Mayor Tjong Yong Hian.
Ini adalah sebuah organisasi semi-birokratis. Mayor Tjong Yong Hian menjabat sebagai ketua pada periode pertama. Kantornya terletak di dalam gedung Jan Kin Hian, beragam kelompok menyumbangkan 40.000 gulden sebagai biaya operasional. Di samping urusan bisnis, asosiasi ini juga berfokus pada kepentingan sosial masyarakat. Asosiasi ini memegang hak untuk pengurusan permohonan paspor, sehingga pendatang Tionghoa dapat dengan mudah dan biaya yang murah memohon paspor untuk perjalanan kembali ke China untuk kunjungan keluarga.
Hubungan masyarakat Tionghoa dengan tanah leluhur menjadi semakin dekat. Sebagai seorang Mayor, Tjong Yong Hian menempati posisi tertinggi dalam struktur masyarakat Tionghoa di Medan. Pemerintah Hindia Belanda mempercayakan semua urusan menyangkut masyarakat Tionghoa semua masalah, baik kecil maupun besar diselesaikan di kantor asosiasi. Mayor Tjong Yong Hian dipilih lagi menjadi ketua untuk periode kedua, dan lebih banyak lagi anggota yang mendaftar, hingga mencapai 1421 orang. Masyarakat Medan menjadi lebih dekat dan bersatu. Para pengusaha Tionghoa merasakan manfaat dari asosiasi bisnis ini karena berulang kali asosiasi ini berjuang membela kepentingan dan hak masyarakat Tionghoa.